Memperhatikan Anak Pada Usia Setelah Enam Tahun Pertama
Pada
periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mau
menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan
teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih
mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh
ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh
sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan
pengarahan anak.
Kita,
Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang perlu
diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini. Yaitu :
1. Pengenalan Allah Dengan Cara Yang
Sederhana.
Pada
periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla dengan cara yang
sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya.
Diajarkan kepadanya:
•
Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
•
Bahwa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, hewan,
pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi
tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika bejalan-jalan di taman
atau padang, tentang siapakah Pencipta air, sungai,bumi,pepohonan dan
lain-lainnya, untuk menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah.
•
Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang
dikaruniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah
yang memberimu pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu
kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rizki dan makanan
untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang
nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak
ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah menggugah
minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya,
seperti firman-Nya :
"Tidakkah
kamu perhatian sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa
yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempumakan untukmu nikmatnya lahir
dan batin..." (Surah Luqman : 20).
"Hai
manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu Adakah pencipta selain Allah yang
dapat memberikan rizki kepadamu dari langit dan bumi...." (Surah Fathir
:3).
Dan
dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dai karunia-Nya
(pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadan-Nya." (Surah Al Qashash
: 73).
2. Pengajaran Sebagian Hukum Yang Jelas
Dan Tentang Halal-Haram
Diajarkan
kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah (bersuci) dan
pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba,
mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh menetapi
syariat Allah sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang
sebagaimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa.
Karena bila semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa
akan menjadi kebiasaannya.
Agar
diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagaimana kata
Sufyan Al Tsauri: "Seorang bapak barns menanamkan ilmu pada anaknya,
karena dia pmanggung jawabnya." (Muhammad Hasan Musa, Nuzharul Fudhala'
Tahdzib Siar A'lamin Nubala :Juz 1.)
3. Pengajaran baca Al Qur'an.
Al
Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat
baik jika anak dibiasakan membaca Al Qu~an dengan benar, dan diupayakan
semaksimalnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya dengan
diberi dorongan melalui berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua bendaklah
berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekolah tahfizh Al Qur'an;
kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh.
Diriwayatkan
Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda :
"Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya
Allah pada hari kiamat mengenakan kepada keda orang tuanya sebuah mahkota yang
cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa
pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini".
Para
salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur'an bagi
anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita
tentang imam AnNawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika
masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mau bermain dengannya dan
iapun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka
tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapaknya menugasinya
menjaga toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan menyibukkan diri dengan Al
Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahwa anak ini
diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta
bermanfaat bagi umat manusia.
Ia pun
berkata kepadaku :
Tukang
ramalkah Anda? Jawabku : Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara
tentang hal ini. Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya,
sehingga memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al
Qur'an ketika menginjak dewasa."
4. Pengajaran hak-hak kedua orangtua
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat baik kepada kedua
orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian.
Anak sering bersikap durhaka dan melanggar
hak-hak orangtua disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik
anak dan tidak membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini.
Firman Allah Ta'ala :
'Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesanyangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."
(Surah Al-Isra': 23-24).
Diriwayatkan
dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi bersabda: "Terhinalah,
terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua
orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk
surga"
Berikut
ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapaknya, disebutkan dalam
kitab 'Uyunul Akhbar : "Al Ma'mun rahimahullah berkata: Belum pernah saya
melihat seseorang yang amat berbuat baik kepada bapaknya daripada Al Fadhl bin
Yahya. Karena kebaikannya, sampai bapaknya (Yahya) tidak berwudhu kecuali
dengan air hangat. Ketika keduanya berada dalam penjara, para sipir melarang
memasukkan kayu bakar di malam yang dingin. Maka Al Fadhl, ketika bapaknya
tidur, bangun mengambil teko yang biasa dia pergunakan untuk memanaskan air,
lalu ia isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun tetap berdiri memegangi
teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik kepada bapaknya agar
dapat berwudhu dengan air hangat."
5. Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang
agung dalam Islam.
Tokoh
teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian
para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang
menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada
anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani
perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian,
keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan
sifat-sifat lainnya.
Kisah
atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat
pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta
penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak.
Misalnya,
diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut
kepada beliau agar membayar uang pinjamannya, sebagai contoh akhlak baik beliau
:
Diriwayatkan
bahwa ada seorang Yahudi yang meminjamkan uang kepada Rasulullah lalu hendak
menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah
jalan kota Madinah seraya berkata : "Sungguh, kalian anak keturunan Abdul
Muthalib adalah orang-orang yang suka menangguhkan /bayarhutang)"
Umar
pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu berkata : "Izinkanlah aku
wahai Rasulullah, biar kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku
dan kawanku sangat tidak menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia
berperkara dengan baik dan suruhlah aku menyelesaikan dengan baik."
Kemudian beliau berpaling kepada orang Yahudi dan bersabda: "Hai Yahudi,
piutangmu akan dibayarkan besok."
"
Contoh kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz bin Amr
katanya: Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku. Begitu
ada kesempatan, aku serang dia dan kupukul sehingga terpotong separuh betis
kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah bin Abu Jahal memukulku pada lengan hingga
terputus tanganku tetapi masih menempel dengan kulit pada sisiku. Namun
peperangan membuatku tak perduli dengannya, karena aku ketika ifu berperang
sepanjang hari sambil menyeret tanganku dibelakang. Setelah terasa sakit
karenanya, kuletakkan kakiku di.atasnya ialu kutarik hingga terputus."
Sejarah
umat Islam penuh dengan tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang
menunjukkan keutamaan dan makna yang indah.
6. Pengajaran Etiket Umum.
Seperti
etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket berpakaian, makan dan
nninum,etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana
bergaul dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua, kolega orangtua,
guru-gurunya, kawan-kawannya dan teman sepermainannya.
Diajarkan
pula mengatur kamamya sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat bermain,
bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku di
masjid dan disekolahan. Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya
pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah , lalu peri kehidupan
para salaf yang shaleh, kemudian karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan
dan tata pergaulan.
7. Pengembangan Rasa Percaya Diri Dan
Tanggung Jawab Dalam Diri Anak.
Anak-anak
sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus dipersiapkan dan
dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan
mereka lakukan.
Hal
itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya diri,
penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan untuk
menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam pikirannya, serta
diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri, bahkan
ditugasi dengan pekejaan rumah tangga yang sesuai untuknya. Misalnya, disuruh
untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung terdekat; anak perempuan
diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian tugas
kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa
mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.
Termasuk
pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan yang
dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia bertanggung jawab atas
kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah
dirusaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.
Perhatikan
kisah berikut yang menunjukkan rasa percaya diri: Diriwayatkan oleh Al Hafizh
Ibnu Asakir, ketika Abdullah bin Az Zubair sedang bernain-main dengan anak-anak
sebayanya, lewatlah khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhtr.
Maka
larilah semua anak karena takut kepada beliau, kecuali Abdullah bin Az Zubair
yang masih tinggal di tempat. Lalu Umar menghampirinya dan bertanya kepadanya:
"Kenapa kamu tidak lari bersama teman-temanmu,nak?" Dengan berani dan
tenang Abdullah menjawab: "Ya Amirul Mu'minin! Aku bukan seorang yang
bersalah sehingga harus takut, dan jalan pun tidak sempit sehingga aku harus
minggir.
Seorang
anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban tanggung jawab yang
besar. Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka berusaha sungguh-sungguh
agar dapat ikut bersama para mujahidin Fisabilillah ; sampai salah seorang di
antara mereka ada yang menangis karena Rasulullah belum mengizinkannya ikut
berperang bersama pasukan, tetapi karena simpati terhadapnya beliau pun
mengizinkannya; dan akhimya ia termasuk salah satu syuhada dalam peperangan
itu.
Rasulullah
juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai komandan pasukan yang di antara
anggotanya terdapat Abu Bakar dan Umar, sekalipun masih muda belia tetapi ia
orang yang tepat untuk jabatan itu. Lalu, di manakah anak-anak kita sekarang
ini yang mampu menduduki puncak yang tinggi?
Post a Comment for "Memperhatikan Anak Pada Usia Setelah Enam Tahun Pertama"